Delivarable Pada User Experience Design

Di Pembahasan UX design kali ini kita akan membahas Delivarable Pada User Experience Design, atau istilah gampangnya adalah output UX design yang dihasilkan dari beberapa tahapan yang dilakukan.

Output yang diproduksi oleh UX designer bervariasi. Tergantung pada peran individu dalam sebuah tim desain dan tergantung pula pada metode atau tools yang digunakan pada setiap perannya. Saya akan memberikan gambaran beberapa jenis yang paling umum.

Proses desain UX biasanya mengikuti atau mirip dengan proses pada design thinking yang terdiri dari 5 fase dasar yaitu Emphatize, Define, Ideate, Prototype dan Test. Dua fase pertama yaitu Emphatize dan Define sering dikelompokkan kedalam istilah “User Research”, yaitu memahami sifat user untuk mengtahui apa pengaruhnya terhadap kebutuhan mereka.

Setiap metode dan tools dapat digunakan pada setiap fase. Setiap tools atau metode bisa jadi menghasilkan jenis output yang berbeda (UX deliverable), tetapi pembahasan disini akan berfokus pada beberapa jenis yang paling umum atau paling sering digunakan untuk memberikan gambarakan kepada temen-temen sekalian tentang output yang diharapakan untuk dihasilkan dari UX design.

Output Yang Diharapakan Dari UX design

1. User Research Delivarable

A. Persona
Persona adalah karakter fisik yang dibangun designer sebagai stereotype user. Persona mewakili user pada umumnya, goalsnya mereka, motivation, frustration dan skill mereka. Informasi lain seperti demographic dan background pendidikan akan melengkapi persona yang kita buat. Seberapa banyak persona yang harus dibuat adalah tergantung dari scope project.

Ketika project memiliki user yang beragam, maka persona yang dibuat semakin banyak. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran seluas-luasnya dengan cara yang sesederhana mungkin. Kita bisa membuat 1 atau 2 persona untuk 1 kelompok user.
Delivarable Pada User Experience Design
Contoh Persona | Sumber Gambar (justinmind.com)
Jadi diawal, kita harus tahu betul siapa saja user dari digital product kita, kemudian kita kelompokkan menjadi beberapa dan masing masing kelompok dibuatkan 1 atau beberapa persona.

B. Storyboard
Membuat storyboard terinspirasi dari industri film. Storyboard pada dasarnya terdiri dari comic strip, outlining action yang dilakukan user dan dimana dia melakukan action tersebut. Dengan membuat storyboard, kita tidak hanya tahu apa yang dilakukan user.
Delivarable Pada User Experience Design
Contoh Storyboard | Sumber Gambar (interaction-design.org)
Tetapi kita juga tahu environment user yang mungkin akan mempengaruhi bagaimana atau mengapa user melakukannya.

C. Customer Journey Map
Customer Journey Map (CJM) adalah diagram yang menunjukkan langkah-langkah atau proses yang diambil oleh user untuk mencapai goals tertentu. CJM meletakkan proses-proses tersebut kedalam garis waktu.

Dengan membuat CJM, designer dapat memahami perubahan motivation, problem dan kebutuhan di sepanjang waktu CJM tersebut. Dengan membuat blok-blok pada CJM, kita dapat tahu dimana posisi masalah berada dan pada waktu kapan masalah tersebut ada.
Delivarable Pada User Experience Design
Contoh Customer Journey Map | Sumber Gambar (interaction-design.org)
Ini sangat berguna untuk menempatkan product kita pada kondisi dan waktu yang sesuai dengan masalah yang dialami user.

2. Ideation Delivarable

A. Brainstorming
Brainstorming adalah proses dimana tim designer menghasilkan ide untuk menangani masalah dan peluang yang teridentifikasi pada user ketika masuk pada fase research. Brainstorming bergantung pada seberapa banyak ide yang muncul.

Dengan banyaknya ide ini, designer dapat menyaring dan mengurangi ide-ide yang kurang relevan dan memilih ide-ide yang paling menjanjikan. Point utamanya adalah, anggota tim bebas untuk menjelajah semua sudut, karena terkadang ide dapat tumbuh dari gagasan yang terkesan paling gila.

B. User Flow
User Flow adalah bagan sederhana yang menguraikan langkah-langkah yang harus dilakukan user pada product kita dalam mencapai suatu goals. Berbeda dengan CJM, User Flow hanya mempertimbangkan apa yang terjadi didalam product atau aplikasi kita, jadi kita harus mengabaikan faktor external.
Delivarable Pada User Experience Design
Contoh User Flow | Sumber Gambar (interaction-design.org)
User Flow dapat membantu designer untuk menemukan proses yang paling efisien diantara banyaknya proses dengan cara yang sangat cepat. Proses-proses ini diambil dari ide yang sudah dipilih pada saat melakukan Brainstorming.

3. Prototyping Delivarable

A. Sitemap
Sitemap menunjukkan hierarki dan struktur navigasi dari aplikasi. Sitemap berfungsi untuk menunjukkan bagaimana konten akan diatur menjadi suatu screen atau bagian screen dan bagaimana user dapat beralih dari suatu bagian screen ke bagian lainnya.
Delivarable Pada User Experience Design
Contoh Site Map | Sumber Gambar (interaction-design.org)
B. Low-fidelity Prototype
Setelah menyiapkan storyboard, kita bisa memulai membuat sketsa bagaimana konten akan ditata di screen device. Low-fi Prototype mengabaikan detil visual design, karena hanya berfokus pada bagaimana konten-konten akan tampil di screen.

Low-fi Prototype berfungsi untuk menjadi panduan kasar yang akan membuat kita mulai merasakan bagaimana dan dimana konten berada. Low-fi Prototype dapat mulai dibuat dengan mensketsa konten dengan tangan. Cara ini adalah yang paling simple, cepat dan murah hehe.

Delivarable Pada User Experience Design
Contoh Low-fi Prototype (kiri) dan Wireframe (kanan) | Sumber Gambar (interaction-design.org)
Low-fi Prototipe kemudian disempurnakan dengan menggambarnya dikomputer menjadi Wireframe. Banyak software yang bisa digunakan untuk membuat wireframe ini, seperti Balsamiq, Adobe XD, Figma dan lain sebagainya.

C. High-fidelity Prototype
Hi-fi Prototype adalah kelanjutan dari Low-fi Prototype atau Wireframe. Hi-fi Prototype sudah memikirkan detil visual design dan typography layaknya aplikasi yang sudah jadi. Hi-fi Prototype dibuat dalam ukuran yang sudah sesuai dengan ukuran screen device pada umumnya.
Delivarable Pada User Experience Design
Contoh Hi-fi Prototype | Sumber Gambar (Dukumen Pribadi)
Proses prototype ini jauh lebih lama dibandingkan dengan Low-fi Prototype atau Wireframe. Karena detil elemen dan komponen yang ada didalamnya sangatlah banya seperti icon, typography, warna dan lain sebagainya.

D. Interactive Prototype
Low dan High Fidelity Prototype adalah gambar statis, meskipun pada Hi-fi Prototype sudah dibuat sedetail mungkin, namun tetap hanya, itu hanyalah gambar. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih nyata dari prototype agar semakin mendekati product aslinya dan untuk mengevaluasi desain dengan baik.

Kita dapat membuat Hi-fi Prototype menjadi gambar demonstratif yang interaktif, yang bertujuan untuk memperlihatkan interaksi antar elemen atau antar page. Pada software seperti adobe XD, Figma dan Sketch, kita sudah bisa membuat langsung demonstratif interaktif ini.

Sehingga tidak perlu effort yang besar untuk menjadikan gambar hasil akhir hi-fi prototype menjadi gambar clickable yang memiliki interaksi. Namun ketika temen-temen menggunakan software lain yang hasil akhirnya hanya berupa gambar.

Maka temen-temen bisa mencoba Invision untuk membuat interaksi pada gambar yang sudah ada. Temen-temen bisa mencoba dan mengaksesnya melalui https://www.invisionapp.com.

4. Evaluation Delivarable

A. Usability Report
Delivarable Pada User Experience Design
Contoh Usability Report | Sumber Gambar (interaction-design.org)
Setelah UI/UX design terimplementasi atau berupa prototype hi-fi yang memiliki interaksi atau bersifat clickable, kita dapat mulai menjalankan beberapa evaluasi desain kepada real user. Evaluasi bisa dilakukan dengan berbagai macam bentuk atau form.

Kita dapat meminta beberapa user untuk mencoba prototype tersebut kemudian kita lakukan interview kepada user itu. Ini adalah contoh evaluasi kualitatif. Kita juga bisa bertemu user disuatu tempat, kemudian meminta mereka untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu goals dengan prototype.

Kita bisa mengamati seberapa sering dia melakukan kesalahan, seberapa sering dia bingung terhadap page atau elemen atau interaksi dan seberapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk dia menyelesaikan goalsnya.

Di tempat yang sudah ditentukan tersebut, kita bisa menggunakan beberapa alat pembantu, seperti kamera untuk me-record respon user terhadap prototype. Dengan merekam user ketika mencoba prototype, kita bisa mengamati lebih detil, karena ketika kita mengamati secara langsung, kita bisa saja mendapat gangguan dari luar.

Kita bisa mengamati ekspresi user ketika melakukan suatu aktivitas dan mengamati mimik muka dia. Kita juga bisa mencoba prototype lain dengan goals yang sama agar kita tahu mana prototype yang lebih baik. Testing ini dikenal dengan istilah A/B testing.

Ada banyak cara untuk mengevaluasi desain. Tidak perduli apa yang akhirnya kita lakukan pada evaluasi, kita harus meringkas temuan testing kedalam usability report.

Usability report terdiri dari beberapa bagian, yaitu:

1) Background Summary
Apa yang kita uji, dimana dan kapan pengujiannya, alat apa yang digunakan dan siapa saja yang terlibat dalam pengujian.

2) Methodology
Bagaimana kita melakukan evaluasi, tugas apa yang kita minta selesaikan oleh user, data apa saja yang dikumpulkan, skenario apa yang digunakan, siapa pesertanya dan bagaimana demografi mereka.

3) Test result
Adalah analisis dari semua data yang terkumpul, termasuk ilustrasi seperti bar chart dan deskripsi textual apa yang ditemukan, komentar atau feedback user yang mungkin bisa mencerahkan prototype kita.

4) Finding dan Recommendation
Apa yang kita rekomendasikan berdasarkan data yang terkumpul dan temuannya. Tuliskan apa yang berhasil dengan baik, apa yang gagal dan mengapa hal itu bisa terjadi. Berikan rekomendasi apa yang harus dilakukan selanjutnya untuk meningkatkan desain agar bisa menjadi lebih baik.

B. Analytics Report
Ketika product yang didesain telah rilis dan telah berjalan pada sekian waktu, company mungkin membuat beberapa usage analytic data. Melihat data tersebut mungkin akan memberikan insight tentang bagaimana cara meningkatkan usability, terutama jika data berisi transisi dan perilaku user pada product kita.

Misalnya, kita mungkin menemukan bahwa banyak user di situs website e-commerce tidak melakukan registrasi untuk menyelesaikan pembelian barang. Apakah berarti proses registrasi tidak begitu mudah? Apakah itu berarti mereka tidak tahu bahwa mereka bisa melakukan registrasi terlebih dahulu?.

Analytics Report berupa insight yang bersumber dari data untuk menyoroti mana-mana saja desain yang perlu ditingkatkan. Namun analytics report tidak hanya berisi insight, jabarkan pula data yang sekiranya perlu, namun bukan data “mentah”, sehingga ketika dibutuhkan untuk melihat lebih detil, kita dapat memperhatikan data tersebut.

Sumber Referensi : interaction-design