Toleransi secara bahasa bermakna sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Toleran mengandung pengertian bersikap mendiamkan. Adapun toleransi adalah suatu sikap tenggang rasa kepada sesamanya. Indrawan WS. menjelaskan pengertian toleran adalah menghargai paham yang berbeda dari paham yang dianutnya sendiri.
Sementara menurut istilah pengertian toleransi adalah simbol kompromi beberapa kekuatan yang saling tarik-menarik atau saling berkonfrontasi untuk kemudian bahu-membahu membela kepentingan bersama, menjaganya dan memperjuangkannya. Maka dapat disimpulkan toleransi itu adalah kerukunan sesama warga negara dengan saling menenggang berbagai perbedaan yang ada diantara mereka.
Lalu bagaimana Islam mendefenisikan Toleransi? Secara bahasa arab akan kita temukan kata yang mirip dengna arti toleransi yakni ikhtimal dan tasammuh ("إختمال ,تسمه " ) yang artinya sikap membiarkan, lapang dada.
Jadi toleransi (tasamuh) dalam umat beragama adalah menghargai, dengan sabar menghormati keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain.
Toleransi dalam keyakinan dan menjalankan peribadahan
Dari pengertian diatas konsep terpenting dalam toleransi Islam adalah menolak sinkretisme. Adapun pengertian sinkretisme menurut istilah, adalah suatu gerakan di bidang filsafat dan teologi untuk menghadirkan sikap kompromi pada hal-hal yang berbeda dan bertentangan.
Dalam islam sinkrotisme adalah mencampurkan antara yang hak dan yang bathil. Ini sangat dilarang oleh Allah SWT. Kebenaran itu hanya ada pada Islam dan selain Islam adalah bathil.
Allah Ta'ala berfirman:
“Sesungguhnya agama yang diridhoi disisi Allah hanyalah islam”.
(Al-Imran: 19)
“Barangsiapa yang mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) dari padanya, dan diakhirat termasuk orang-orang yang rugi”.
(Al-Imran: 85)
Kebenaran Islam telah sempurna sehingga tidak bersandar kepada apapun yang selainnya untuk kepastiaan kebenarannya, sebagaimana firman Allah Ta'ala:
“Pada hari ini Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku lengkapi nikmatku atas kalian dan Aku ridhoi islam sebagai agama kalian”.
(Al-Maidah: 3)
Kaum mu'minin derajat kemuliaannya dan kehormatannya lebih tinggi daripada orang-orang kafir (non-muslim) dan lebih tinggi pula daripada orang-orang yang munafik. Allah menegaskan (Al-Imran: 139) yang artinya
“maka janganlan kalian bersikap lemah dan jangan pula bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”
Kaum muslimin dilarang ridho atau ikut serta segala bentuk peribadatan dan keyakinan orang-orang kafir dan musyrikin. hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam firmanNya:
“Katakanlah: wahai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah dan aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku”.
(Al-Kafirun: 1-6).
Toleransi dalam Beragama/ hidup berdampingan dengan agama lain
Umat Islam dilarang untuk memaksa pemeluk agama lain untuk memeluk agama Islam secara paksa. Karena tidak ada paksaan dalam agama. Allah berfirman:
“Tidak ada paksaan dalam masuk ke dalam agama Islam, karena telah jelas antara petunjuk dari kesesatan. Maka barangsiapa yang ingkar kepada setan dan beriman kepada Alloh sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang kuat yang tidak akan pernah putus. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
( Qs. Al-Baqoroh : 256 )
Sebagaimana Allah memerintah Nabi Muhammad SAW lewat firman-Nya
“Berilah peringatan, karena engkau ( Muhammad ) hanyalah seorang pemberi peringatan, engkau bukan orang yang memaksa mereka.”
( Qs. Al-Ghosyiyah : 21 -22 )
Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ter-sebut menjelaskan: Janganlah memaksa seorangpun untuk masuk Islam. Islam adalah agama yang jelas dan gamblang tentang semua ajaran dan bukti kebenarannya, sehingga tidak perlu memaksakan seseorang untuk masuk ke dalamnya.
Orang yang mendapat hidayah, terbuka, lapang dadanya, dan terang mata hatinya pasti ia akan masuk Islam dengan bukti yang kuat. Dan barangsiapa yang buta mata hatinya, tertutup penglihatan dan pendengarannya maka tidak layak baginya masuk Islam dengan paksa.
Ibnu Abbas mengatakan "ayat laa ikraha fid din" diturunkan berkenaan dengan seorang dari suku Bani Salim bin Auf bernama Al-Husaini bermaksud memaksa kedua anaknya yang masih kristen. Hal ini disampaikan pada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat tersebut .
Toleran dalam hubungan antar bermasyarakat dan bernegara
Dalam hal ini terdapat beberapa hal konsep sikap toleran yang harus ditunjukan umat Islam yakni diantaranya:
1. Kaum muslimin harus tetap berbuat adil walaupun terhadap orang-orang kafir dan dilarang mendhalimi hak mereka.
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka.Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikandan taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan kemaksiatan dan pelanggaran.Dan bertaqwalah kamu kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
(Al-Maidah: 2)
2. Orang-orang kafir yang tidak menyatakan permusuhan terang-terangan kepada kaum muslimin, dibolehkan kaum muslimin hidup rukun dan damai bermasyarakat, berbangsa dengan mereka.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negrimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negrimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
(Al-Mumtahanah: 8-9)
Artinya umat Islam diperbolehkan berbuat baik terhadap mereka, hidup bermasyakarat dan bernegara dengan mereka selama mereka berbuat baik dan tidak memusuhi umat Islam dan selama tidak melanggar prinsip-prinsip terpenting dalam Islam. Dan hal ini seperti yang dicontohkan Nabi Saw., dalam jual beli.
3. Problematika kehidupan umat beragama atau problem merupakan kata serapan yang bermakna masalah-masalah yang belum terpecahkan, belum ada solusinya. Dalam pembahasan materi ini, yang dimaksud dengan problema adalah: kesenjangan yg terjadi antara kondisi ideal (mitsaliyah) dan kondisi ril (waqi’iyyah).
Maksudnya adalah, adanya ketimpangan kondisi umat, dimana kondisi umat Islam sekarang ini sangat jauh jika dibandingkan dengan kondisi ideal umat Islam seperti yang disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits serta realitas umat terdahulu.
Realita sekarang menunjukkan bahwa eksistensi ummat Islam seperti yg disebutkan dalam al Qur’an dan Hadits serta realitas umat terdahulu hilang atau dengan kata lain, umat Islam sekarang sedang terpuruk.
Dalam Al-Quran disebutkan kondisi ideal bagaimana kondisi umat Islam seharusnya, dimana kondisi ideal ini telah dimiliki dan sudah dipraktekkan oleh para pendahulu kita yaitu Rasulullah SAW dan para shahabatnya.
Fakta bahwa ada konflik dan kekerasan maupun perpecahan dan penghancuran yang berkaitan dengan agama disebabkan karena :
- Perbedaan yang ada salah dipahami dan salah disikapi, dan tidak dilihat dan ditanggapi secara positif serta tidak dikelola dengan baik dalam konteks kemajemukan.
- Fanatisme yang salah. Penganut agama tertentu menganggap hanya agamanyalah yang paling benar, mau “menang sendiri”, tidak mau menghargai, mengakui dan menerima keberadaan serta kebenaran agama dan umat beragama yang lain.
- Umat beragama yang fanatik (secara negatif) dan yang terlibat dalam konflik ataupun yang menciptakan konflik adalah orang-orang yang pada dasarnya :
- kurang memahami makna dan fungsi agama pada umumnya;
- kurang memahami dan menghidupi agamanya secara lengkap, benar, mendalam;
- kurang matang imannya dan takwanya
- kurang memahami dan menghargai agama lain serta umat beragama lain;
- kurang memahami dan menghargai hakekat dan martabat manusia
- kurang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang universal, terutama hati nurani dan cinta kasih.
Oleh sebab itu permasalahan yang timbul, ataupun yang dikhawatirkan akan timbul, dapat diatasi atau dicegah dengan upaya peningkatan pemahaman dan implementasi yang memadai dari kekurangan-kekurangan tersebut, terutama peningkatan kwalitas iman dan takwa, hati nurani dan cinta kasih.
Hal ini dapat dilaksanakan dengan:
- Mengembangkan Dialog atau komunikasi timbal balik, yang dilandaskan pada kesadaran akan :
- adanya kesamaan maupun perbedaan yang tak dapat diingkari dan disingkirkan, sesuai hakekat atau harkat dan martabat manusia;
- adanya kesamaan nilai-nilai serta permasalahan dan kebutuhan yang universal, yang berkaitan dengan kemanusiaan, seperti kebenaran, keadilan, HAM, persaudaraan dan cinta kasih;
- adanya fakta kehidupan bersama dalam kemajemukan serta hubungan dan ketergantungan satu sama lain;
- mutlak perlunya kerukunan dan damai sejahtera, persatuan dan kerjasama dengan prinsip keadilan, saling menguntungkan, saling menghargai, saling terbuka dan saling percaya.
- Mengevaluasi dan memperbaiki sistem dan bobot pendidikan dan pembinaan, baik yang khas keagamaan maupun yang bukan khas atau yang bersifat umum, untuk menambah pengetahuan, mematangkan iman, meningkatkan moral dan spiritual, memantapkan kepribadian.
- Mencermati, mengevaluasi dan membaharui doktrin dan praktek-praktek keagamaan yang terlalu atau bahkan hanya formal dan ritualistik belaka agar lebih fungsional atau berdaya-guna secara tepat dan efektif bagi pemantapan kwalitas diri dan kehidupan penganutnya pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya.
- Mengembangkan hidup bersama, kegiatan bersama dan kerjasama secara proporsional yg dilandaskan pada kesadaran akan kebutuhan dan ketergantungan satu sama lain sebagai konsekwensi hidup bersama serta kesamaan martabat dan hak sebagai manusia.
- Upaya mewujudkan Islam sebagai Rahmatan lil Alamin, Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah SWT sejak manusia pertama yaitu Nabi Adam AS. Islam tidak langsung diturunkan secara utuh kepada umatnya, melainkan diturunkan secara bertahap melalui wahyu-wahyu ataupun kitab-kitab Allah yang diberikan kepada para nabi dan rosulnya hingga pada masa kerasulan Muhammad SAW.
Awal mula Rasulullah menyebarkan islam tidaklah berjalan lancar, banyak halangan dan rintangan yang beliau hadapi. Mulai dari cacian, hingga penentangan. Namun Rasulullah tidak pernah menyerah dan tidak pernah putus asa.
Di dalam sebuah hadist digambarkan bahwa Islam datangnya dianggap asing dan akan kembali dianggap asing. Berbahagialah mereka yang dianggap asing karena telah berada di jalan yang benar yaitu jalan Allah SWT.
Kata Islam berarti damai, selamat, penyerahan diri, tunduk, dan patuh. Islam adalah kata yang berasal dari bahasa arab yaitu “sailama” yang dimasdarkan menjadi “islaman” yang berarti damai.
Islam disebut sebagai agama rahmatan lil alamin.
[Dan tiadalah mengutus kamu (ya Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil 'alamin) QS Al-Anbiya' ayat 107].
Rahmatan lil 'alamin adalah istilah qurani.Dan, istilah itu sudah terdapat dalam Alquran, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Anbiya' di atas.
Rahmatan lil 'alamin berarti ''kasih sayang bagi semesta alam".Karena itu, yang dimaksud dengan Islam rahmatan lil 'alamin adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda :
"Sayangilah siapa saja yang ada di muka bumi niscaya Allah SWT menyanyanginya."
Demikian artikel mengenai Toleransi Dan Kerukunan Antar Umat Beragama, semoga informasi yang diberikan bermanfaat.
Satyam Eva Jayate “Problem Kerukunan UmatBeragama”.
Johansyah “Mewujudkan Islam sebagai RahmatanlilAlamin”.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PAI
