Sistem Ekonomi Sosialis Komunis Menurut Islam

Masalah ekonomi merupakan masalah yang universal, karenanya seluruh dunia menaruh perhatian yang besar terhadap permasalahan ekonomi. Dalam realita kehidupan, manusia berusaha mengerahkan tenaga dan juga pikirannya untuk memenuhi berbagai keperluan hidupnya, seperti sandang, pangan dan tempat tinggal. 

Pengerahan tenaga dan pikiran ini penting untuk menyempurnakan kehidupannya sebagai individu maupun sebagai seorang anggota suatu masyarakat. Segala kegiatan yang bersangkutan dengan usaha yang bertujuan untuk memenuhi keperluan ini dinamakan ekonomi.

Ada tiga sistem ekonomi yang dikenal di dunia, yaitu Sistem ekonomi Sosialis/komunis, Sistem ekonomi Kapitalis, dan Sistem ekonomi Islam.Masing-masing sistem ini mempunyai karakteristik.

Pertama, Sistem ekonomi Sosialis/komunis adalah paham ini muncul sebagai akibat dari paham kapitalis yang mengekploitasi manusia, sehingga negara ikut campur cukup dalam dengan perannya yang sangat dominan.

Akibatnya adalah tidak adanya kebebasan dalam melakukan aktivitas ekonomi bagi individu-individu, melainkan semanya untuk kepentingan bersama, sehingga tidak diakuinya kepemilikan pribadi.Negara bertanggung jawab dalam mendistribusikan sumber dan hasil produksi kepada seluruh masyarakat.

Kedua, Sistem ekonomi Kapitalis. Berbeda dengan sistem komunis, sistem ini sangat bertolak belakang dengan sistem Sosialis/Komunis, di mana negara tidak mempunyai peranan utama atau terbatasdalamperekonomian.

Sistem ini sangat menganut sistem mekanisme pasar. Sistem ini mengakui adanya tangan yang tidak kelihatan yang ikut campur dalam mekanisme pasar apabila terjadi penyimpangan (invisible hand). Yang menjadi cita-cita utamanya adalah adanya pertumbuhan ekomomi, sehingga setiap individu dapat melakukan kegiatan ekonomi dengan diakuinya kepemilikan pribadi.

Ketiga, Sistem ekonomi Islam.Sistem ekonomi Islam hadir jauh lebih dahulu dari kedua sistem yang dimaksud di atas, yaitu pada abad ke 6, sedangkan kapitalis abad 17, dan sosialis abad 18. Dalam sistem ekonomi Islam, yang ditekankan adalah terciptanya pemerataan distribusi pendapatan, seperti terecantum dalam surat Al-Hasyr ayat 7.

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

Islam memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis, tidak dari sudut pandang sosialis, dan juga tidak merupakan gabungan dari keduanya. Islam memberikan perlindungan hak kepemilikan individu, sedangkan untuk kepentingan masyarakat didukung dan diperkuat, dengan tetap menjaga keseimbangan kepentingan publik dan individu serta menjaga moralitas. Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta.

Islam memperbolehkan seseorang  mencari kekayaan sebanyak mungkin. Islam menghendaki adanya persamaan, tetapi tidak menghendaki penyamarataan. Kegiatan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu banyak harta dikuasai pribadi. 

Di dalam bermuamalah, Islam menganjurkan untuk mengatur muamalah di antara sesama manusia atas dasar amanah, jujur, adil, dan memberikan kemerdekaan bermuamalah serta jelas-jelas bebas dari unsur riba. Islam melarang terjadinya pengingkaran dan pelanggaran larangan-larangan dan menganjurkan untuk memenuhi janji serta menunaikan amanat.

Berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli, menunjukkan adanya masyarakat muslim yang dengan sadar memilih berintegrasi pada perekonomian dalam  perbankan  syari‘ah  sebagai implementasi ketaatan beragama, sekaligus sebagai usaha memenuhi kebutuhan ekonomi.

Konsep Dasar Ekonomi Islam

Ekonomi Islam merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari metode untuk memahami dan memecahkan masalah ekonomi yang didasarkan atas ajaran agama Islam. Perilaku manusia dan masyarakat yang didasarkan atas ajaran agama Islam inilah yang kemudian disebut sebagai perilaku rasional Islam yang akan menjadi dassar pembentukan suatu perekonomian Islam.

Pengertian Ekonomi Islam

Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai islam, bersumber dari Al Quran, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Ini telah dinyatakan dalam surat al maidah ayat (3). Sistem ekonomi islam berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis, sistem ekonomi islam memiliki sifat-sifat baik dari sistem ekonomi sosialis dan kapitalis, namun terlepas dari sifat buruknya.

Ilmu ekonomi islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam.

Ada beberapa pengertian Ekonomi Islam dari pakar ekonom muslim dalam buku karya M.B Hendrie Anto diantaranya adalah :

Ekonomi Islam adalah suatu ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan syari’ah yang mencegah ketidak adilan dalam memperoleh dan menggunakan sumber daya material agar memnuhi kebutuhan manusia dan agar dapat menjalankan kewajibannya kepada Allah dan masyarakat (Hasanuzzaman, 1986; h.18).

Ekonomi Islam adalah tanggapan pemikir-pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada zamannnya. Dalam upaya ini mereka dibantu oleh Al-Qur’an dan Hadist, serta alasan dan pengalaman. (Shidqi, 1992;h.69)

Tujuan Hidup

Pada dasarnya setiap manusia selalu menginginkan kehidupannya di dunia ini dalam keadaan bahagia, baik secara material maupun spiritual, individual maupun sosial. Namun, dalam praktiknya kebahagiaan multi dimensi ini sangat sulit diraih karena keterbatasan kemampuan manusia dalam memahami dan menerjemahkan keinginannya secara komprehensif. 

Keterbatasan dalam menyeimbangkan antar aspek kehidupan maupun keterbatasan sumber daya yang bisa digunakan untuk meraih kebahagiaan tersebut. Masalah ekonomi hanyalah merupakan satu bagian dari aspek kehidupan yang diharapkan akan membawa manusia kepada tujuan hidupnya.

Sistem Ekonomi Islam

Secara definisi, ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk mengalokasikan dan mengelola sumber saya untuk mencapai falah berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah.

Muhammad Abdul Manan (1992) berpendapat bahwa  ilmu ekonomi Islam dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami nilai-nilai Islam. Ia mengatakan bahwa ekonomi Islam merupakan bagian dari suatu tata kehidupan lengkap, berdasarkan empat bagian nyata dari pengetahuan, yaitu: al-Quran, as-Sunnah, Ijma dan Qiyas.

Menurut Suhrawardi K. Lubis (2004:14) bahwa sistem ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yan dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah dalam rangka pengorganisasian faktor produksi, distribusi, dan pemanfaatan barang/jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan Islam.

Sistem ekonomi Islam adalah sebuah sistem yang tidak lahir dari hasil ciptaan akal manusia, akan tetapi sebuah sistem yang berdasarkan wahyu Allah SWT. Dengan kata lain, sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits yang dikembangkan oleh pemikiran manusia yang memenuhi syarat dan ahli dalam bidangnya.

Subjek ekonomi dalam Islam seringkali dikaitkan dengan kata muamalah dalam ilmu fiqih. Kata muamalah sendiri berarti kerjasama antar sesama manusia, sehingga pengertiannya dapat menjadi luas. 

Menurut Muhammad Daud (2002:50-51) bahwa dalam ruang lingkup hukum Islam tidak membadakan (dengan tajam) antara hukum perdata dan hukum pidana, karena menurut sistem hukum Islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum publik ada segi-segi perdatanya. 

Maka hukum muamalah dalam arti luas adalah sebagai berikut:
  1. Munakahat, mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian serta akibat- akibatnya.
  2. Wiratsah, segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian waris.
  3. Muamalat dalam arti khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan, dan sebagainya.
  4. Jinayat, memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud atau ta’zir.
  5. Al-Ahkam as-Sulthaniyah, membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan pemerintahan, tentara, pajak, dan lain-lain.
  6. Suyar, mengatur tentang urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama lain dan negara lain.
  7. Mukhasamat, mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum acara.

Dari sistematika pembagian hukum islam di atas, dapat diketahui bahwa sistem ekonomi Islam, masuk dalam ruang lingkup mu’amalah.

Ekonomi tidak dapat dipisahkan dari subjek seputar kepemilikan dan pengelolaan terhadap harta benda. Kepemilikan ialah pemberian yang bersifat social dan diakui suatu hak kepada seseorang atau suatu kelompok masyarakat. Pemberian ini mencerminkan hak potensial untuk memanfaatkan barang tertentu dan pada yang sama mengesampingkan pihak yang lain  dari pemberian hak yang sama. 

Kepemilikan menunjukkan hubungan sosial dan yang diakui antara individu atau kelompok dalam masyarakat dan mencerminkan hak milik sah pemilik atas barang dan pada saat yang sama menghalangi pihak lain dari hak seperti itu (Muhammad H. Behesti, 1992:9).

Menurut Rofiq Yunus al-Masry (1993:41) kepemilikan terbagi dua, yaitu kepemilikan yang bersifat umum dan kepemilikan yang bersifat khusus (privat). Kepemilikan khusus adalah hak milik perorangan atau kelompok.

Jenis kepemilikan seperti ini telah diakui dalam Islam, sebagaimana terdapat di dalam Al-Qur’an ayat-ayat yang menyebutkan amwaalakum/ harta- hartamu, amwaalahum/ harta-harta mereka, amwaal al-yatiim/harta anak yatim, atau buyuutakum/rumah-rumah kamu. 

Sebagaimana pula terdapat dalam Al-Qur’an perintah untuk membayar zakat, mengeluarkan infaq. Sedangkan kepemilikan umum adalah wakaf yang dimiliki oleh seluruh kaum muslimin, setiap muslim boleh mengambil manfaat, namun tidak dapat dijual, dihapus atau dihadiahkan.

Filantrofi Islam

Andi Agung Prihatna dalam buku Revitalisasi Filantrofi Islam Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf Di Indonesia (2005:6) menyatakan bahwa istilah filantrofi (philanthropy) berasal dari bahasa Yunani, philos (cinta) dan anthropos (manusia). 

Secara harfiah filantropi adalah konseptualisasi dari praktik memberi (giving), pelayanan (services) dan asosiasi (assiciation) secara sukarela untuk membantu pihak lain yang membutuhkan sebagai ekspresi rasa cinta. 

Di dalam Al-Qur’an perintah berderma mengandung makna kemurahan hati, keadilan sosial, saling berbagi dan saling memperkuat. Aktivitas berderma inilah yang disebut sebagai filantrofi Islam. Di dalam sistem ekonomi Islam terdapat lembaga sosial ekonomi yang dapat menjembatani dua kelompok sosial, yaitu golongan kelas atas dan golongan kelas bawah.

Shadaqah atau Sedekah

Shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Adapun secara terminologi syariat shadaqah makna asalnya adalah tahqiqu syai'in bisyai'i atau menetapkan/menerapkan sesuatu pada sesuatu. Sikapnya sukarela dan tidak terikat pada syarat-syarat tertentu dalam pengeluarannya baik mengenai jumlah, waktu dan kadarnya.

Shadaqah memiliki makna yang sangat luas karena bersedekah tidak harus berupa materi atau benda, tetapi juga dapat bersifat non materi, misalnya tersenyum dan bermuka cerah ketika  bertemu, menyingkirkan rintangan di jalan, menuntun orang yang buta, serta segala perbuatan yang baik dan bermanfaat.

Infaq

Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/ penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan Islam. 

Dengan kata lain, infaq merupakan sumbangan sukarela atau seikhlasnya (berupa materi). Misalnya, untuk menolong orang orang yang kesusahan; membangun masjid, jalan, jembatan; dan sebagainya.

Infaq dikeluarkan setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Ali Imron: 134

 ۗ لنَّاسِا عَنِ لْعَافِينَاوَ الْغَيْظَلْكَاظِمِينَاوَءِالضَّرَّاوَ اءِ لسَّرَّ ا فِي نَويُنْفِقُينَ الَّذِ
لْمُحْسِنِينَ ايُحِبُّ للَّهُاوَ

Artinya: 

"Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan orang, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."

Terkait dengan infaq ini Rasulullah SAW bersabda: ada malaikat yang senantiasa berdo'a setiap pagi dan sore : 

"Ya Allah SWT berilah orang yang berinfak, gantinya. 

Dan berkata yang lain : 

"Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak, kehancuran". 
(HR. Bukhori)

Hibah

Kata hibah berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis berarti melewat kan atau menyalurkan. Dengan demikian berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memberi kepada tangan orang yang diberi. 

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hibah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tanpa ada kontra dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup.

Menurut Hussein Syahatah (1998:248) hibah adalah ungkapan tentang pengalihan hak kepemilikan atas sesuatu tanpa adanya ganti atau imbalan sebagai pemberian dari seseorang kepada orang lain dengan memenuhi rukun-rukunnya, yaitu:
  1. Orang yang memberi, yaitu pemilik benda yang dihibahkan, disyaratkan harus merdeka, dewasa, berakal sehat, tidak dipaksa, tidak berhutang, dan pengelolaan hartanya tidak dilarang.
  2. Barang yang dihibahkan, yaitu suatu barang yang menjadi objek hibah.
  3. Orang yang menerima hibah, yaitu orang yang menerima barang hibah dari orang yang memberi hibah.
  4. Ucapan hibah, yaitu sesuatu yang diucapkan dari orang yang memberi hibah yang menunjukkan terjadinya hibah dengan format yang ditetapkan.

Qurban

Qurban berasal dari bahasa Arab, qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa qurbaanan (mashdar) yang berarti mendekati atau menghampiri. Qurban atau disebut juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan.

Qurban dalam fiqih Islam yaitu hewan yang dipotong dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, berkenaan dengan tibanya Idul adha atau yaumun nahr pada tanggal 10 Dzulhijjah dan pada hari-hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah). 

Disebut hari nahr (atas dada),  karena pada umumnya waktu dulu hewan yang dipotong itu adalah onta yang cara pemotongannya atau penyembelihannya dalam keadaan  berdiri dengan ditusukkannya pisau ke lehernya dekat dada onta tersebut. 

Kemudian di kalangan kita popular dengan sebutan “qurban” artinya sangat dekat, karena hewan itu dipotong dalam rangka taqarrub kepada Allah. Qurban sangat dituntut dalam Islam. Dalil yang menerangkan ibadah qurban ialah:

Sebagaimana firman Allah SWT :

"Maka bersembahyanglah kamu karena Tuhanmu dan berqurbanlah karena-Nya".

"Daging dan darah binatang qurban atau hadiah tidak sekali-kali akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepadaNya ialah amal yang ikhlas berdasarkan taqwa dari kamu".

Waris

Warisan adalah segala sesuatu baik yang bersifat materi maupun maknawi, yang telah meninggal dunia dan dibagikan kepada ahli waris berdasarkan peraturan-peraturan tertentu. Sebagian ulama mengungkapkan warisan dengan istilah faraidh, artinya warisan itu merupakan bagian tertentu bagi ahli waris. 

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:

  : النساء) مَفْرُوضًا نَصِيبًا كَثُرَ أَوْ مِنْهُ قَلَّ مِمَّا ….”

Artinya:  

“…. baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan” 
(An-Nisa’ : 7)

Wasiat

Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan dilaksanakan setelah orang yang berwasiat itu meninggal dunia. Jika diberikan kepada ahli waris maka wasiatnya tidak sah kecuali semua ahli waris yang lebih berhak menerima warisan itu ridha dan rela memberikan kepadanya setelah orang yang berwasiat itu meninggal dunia.

Dari Abu Umamah beliau berkata: 

"Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah telah menentukan hak tiap-tiap ahli waris maka dengan ketentuan itu tidak ada hak wasiat bagi seorang ahli waris”.
(HR. Lima Ahli Hadits selain Nasai)

Zakat

Secara bahasa zakat berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Secara istilah zakat adalah sebagian harta yang wajib diberikan kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula (Didin Hafidhuddin, 1998:13).

Zakat merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur sosial Islam. Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Setiap muslim yang memenuhi syarat tertentu, berdasarkan dalil sebagai berikut:

1. Al-Qur’an

Surat at-Taubah : 103

صَلَاتَكَ إِنَّ عَلَيْهِمْ وَصَلِّ بِهَا وَتُزَكِّيهِمْ تُطَهِّرُهُمْ دَقَةًصَأَمْوَالِهِمْ مِنْ خُذْ
 (التوبة : ١٠٣)  سَمِيعٌ عَلِيمٌ وَاللَّهُ لَهُمْ سَكَنٌ

Artinya: 

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

2. Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "بني ا لاسلم على خمس شهدة ان لااله الاالله وان محمدارسول الله, وايقام الصلاةوايتاءالزكاة وحخ البيت وصوم رمضان

Hadits adalah sebagaimana diriwiyatkan oleh Bukhori dan Muslim yang artinya : 

"Islam itu berdiri di atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, naik haji, dan puasa ramadhan."

Zakat bukan hanya kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan akan mendapat dosa, tetapi lebih dari itu zakat memiliki tujuan yang jelas. dengan terlaksananya lembaga zakat secara baik dan benar diharapkan kesulitan dan penderitaan fakir miskin dapat berkurang. 

Di samping itu dengan pengelolaan zakat yang professional berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat yang ada hubungannya dengan mustahiq zakat juga dapat dipecahkan.

Macam-macam zakat, antara lain:
  1. Zakat mal (zakat harta), yaitu bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib dikeluarkan untuk golongan tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu pula.
  2. Zakat fitrah (zakat jiwa), yaitu zakat wajib dikeluarkan oleh setiap orang Islam baik laki-laki maupun perempuan, besar atau kecil, setiap tahun menjelang hari raya Idul fitri.

Adapun secara lebih terperinci dapat dikemukakan hikmah zakat yang dirangkum dari pernyataan Hussein Syahatah (1998) adalah sebagai berikut:
  1. Sebagai sarana pendidikan bagi jiwa manusia untuk bersyukur kepada Allah SWT
  2. Melatih manusia untuk dapat merasakan penderitaan dan kesulitan fakir dan miskin
  3. Sebagai sarana untuk menanamkan dalam jiwa manusia sifat jujur, amanah, pengorbanan, ikhlas, mencintai sesama dan persaudaraan
  4. Membentuk masyarakat saling menanggung, menjamin dan saling menyayangi
  5. Mewujudkan pembangunan perekonomian sebab zakat dapat menanggulangi masalah-masalah penimbunan harta melalui anjuran mengola dan mengembangkan harta
  6. Untuk menanggulangi pengangguran, karena pengeluaran harta zakat kepada fakir dan miskin menambah kuatnya daya beli dan tuntutan untuk membeli kebutuhan-kebutuhan pokok tentunya itu akan meningkatkan produktifitas dan kesempatan kerja
  7. Harta zakat dapat mengetaskan kemiskinan, karena zakat dapat mengubah orang-orang fakir menjadi orang-orang yang dapat memanfaatkan harta zakat.

Benda yang wajib dizakati, yaitu:
  1. Emas, perak, dan uang
  2. Hasil bumi dan buah-buahan
  3. Harta perniagaan
  4. Barang tambang
  5. Hewan ternak

Syarat-syarat wajib zakat, yaitu:
  1. Kemilikan yang sah dan pasti
  2. Berkembang biak secara alami atau usaha
  3. Mencapai nisab
  4. Melebihi kebutuhan pokok
  5. Bersih dari hutang
  6. Mencapai haul yaitu perputaran satu tahun.

Orang-orang yang berhak menerima zakat disebut mustahiq. Sebagaimana firman Allah dalam surat at-Taubah: 60

الرِّقَابِ وَفِي قُلُوبُهُمْ وَالْمُؤَلَّفَةِعَلَيْهَا وَالْعَامِلِينَ وَالْمَسَاكِينِ لِلْفُقَرَاءِ الصَّدَقَاتُإِنَّمَا
حَكِيمٌ عَلِيمٌ وَاللَّهُ اللَّهِ مِنَ فَرِيضَةً السَّبِيلِ وَابْنِ اللَّهِ سَبِيلِ وَفِي وَالْغَارِمِينَ

Artinya:  

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Wakaf

Wakaf berasal dari kata “waqofa” artinya menahan, dalam hal ini menahan harta untuk diwakafkan. Secara etimologi berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah SWT. Harta yang telah diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir (untuk waktu selamanya), kepemilikannya berpindah kepada Allah SWT. 

Harta tersebut bukan milik wakif dan juga bukan milik nazhir. Sedangkan harta yang diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir agar dimanfaatkan (untuk waktu tertentu), masih menjadi milik Wakif, sehingga harus dikembalikan kepada Wakif setelah jangka waktu pemanfaatan harta wakaf berakhir.

Harta wakaf (baik untuk waktu selamanya maupun untuk waktu tertentu) tidak dapat dijual, dihibahkan, diwariskan atau apapun yang dapat menghilangkan kewakafannya. Peran Nazhir adalah hanya mengelola harta wakaf tersebut agar jangan berkurang, dan mengupayakannya berkembang sehingga hasil (keuntungannya) dapat digunakan untuk keperluan sosial (mauquf alaih).

Di dalam Islam wakaf adalah salah satu bentuk sedekah yang dianjurkan meskipun perintahnya tidak disebutkan secara tegas sebagaimana halnya zakat, namun para ahli dipandang sebagai landasan perintah untuk berwakaf, yaitu:

1. Al-Qur’an
Surat al-Hajj : 77

آمَنُوا ارْكَعُو وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وافْعَلُ الْخَيْرَ يَاايُّهَاالَّذِيْنَ ءَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: 

"Hai orang-orang yang beriman, ruku´lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan."

Surat Al-Baqarah : 267

الْأَرْضِ مِنَ لَكُمْ أَخْرَجْنَا وَمِمَّا كَسَبْتُمْ مَاطَيِّبَاتِ مِنْ أَنْفِقُوا آمَنُوا يَاايُّهَاالَّذِيْنَ
اوَاعْلَمُوفِيهِاتُغْمِضُو أَنْ إِلَّا بِآخِذِيهِ وَلَسْتُمْ تُنْفِقُونَ مِنْهُ لْخَبِيثَ اتَيَمَّمُوا وَلَا
حَمِيدٌ غَنِيٌّاللَّهَ أَنَّ

Artinya: 

"Hai orang-orang beriman, berinfaklah dari hasil kerja kalian yang baik-baik dan hasil bumi yang kalian dapatkan seperti pertanian, tambang dan sebagainya. Janganlah kalian sengaja berinfak dengan yang buruk-buruk. Padahal kalian sendiri, kalau diberikan yang buruk seperti itu, akan mengambilnya dengan memicingkan mata seakan tidak ingin memandang keburukannya. Ketahuilah Allah tidak membutuhkan sedekah kalian. Dia berhak untuk dipuji karena kemanfaatan dan kebaikan yang telah ditunjuki-Nya."

2. Hadits
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Umar bin Khatab mempunyai tanah (kebun) di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi SAW, untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut, ia berkata Wahai Rasulullah saya memperoleh tanah di Khaibar, yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah itu, apa perintah engkau (kepadaku) mengenainya?. 

Nabi SAW menjawab, jika mau kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan (hasilnya), Ibnu Umar berkata maka Umar menyedekahkan tanah itu (dengan mensyaratkan) tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan ia menyedekahkan hasilnya kepada fuqara, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. 

Tidak berdosa dari orang yang mengelola untuk memakan dari (hasil) tanah itu secara ma'ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik. Rawi berkata, saya menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia berkata ghaira mutaatstsilin malan' (tanpa menyimpanya sebagai harta hak milik. (H.R. al-Bukhari, Muslim, al Tharmidzi, al-Nasa'i).

Tujuan wakaf:
  • Untuk kepentingan umum
  • Untuk menolong fakir miskin
  • Untuk kepentingan anggota keluarga sendiri.

Tujuan Ekonomi dalam Islam

Segala aturan yang diturunkan Allah SWT dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.

Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
  1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
  2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
  3. Tercapainya mashlahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa mashlahah yang menjadi puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
  • keselamatan keyakinan agama ( al din)
  • kesalamatan jiwa (al nafs)
  • keselamatan akal (al aql)
  • keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
  • keselamatan harta benda (al mal)

Prinsip-Prinsip Ekonomi dalam Islam

Thomas Khun menyatakan bahsa setiap sistem ekonomi mempunyai inti paradigma. Inti paradigma ekonomi Islambersumber dari Al-Quran dan Sunnah.Ekonomi Islam mempunyai sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani.

Disebut Ekonomi Rabbani karena sarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiyah. Sedangkan ekonomi Insani karena ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia. (Qardhawi).

Menurut Yusuf Qardhawi (2004), ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip dasar yaitu tauhid, akhlak, dan keseimbangan. Dua prinsip yang pertama kita sama-sama tahu pasti tidak ada dalam landasan dasar ekonomi konvensional. Prinsip keseimbangan pun, dalam praktiknya, justru yang membuat ekonomi konvensional semakin dikritik dan ditinggalkan orang. 

Ekonomi islam dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi Insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.Sedangkan menurut Chapra, disebut sebagai ekonomi Tauhid.

Keimanan mempunyai peranan penting dalam ekonomi Islam, karena secara langsung akan mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera,dan preferensi manusia, sikap-sikap terhadap manusia, sumber daya dan lingkungan.

Saringan moral bertujuan untuk menjaga kepentingan diri tetap berada dalam batas-batas kepentingan sosial dengan mengubah preferensi individual seuai dengan prioritas sosial dan menghilangkan atau meminimalisasikan penggunaan sumber daya untuk tujuan yang akan menggagalkan visi sosial tersebut, yang akan meningkatkan keserasian antara kepentingan diri dan kepentingan sosial.

Dengan mengacu kepada aturan Ilahiah, maka setiap perbuatan manusia mempunyai nilai moral dan ibadah. Pada paham naturalis, sumber daya menjadi faktor terpenting dan pada pada paham monetaris menempatkan modal financial sebagai yang terpenting. Dalam ekomoni Islam sumber daya insanilah yang terpenting.

Karasteristik Ekonomi Islam bersumber pada Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas akidah, akhlak, dan asas hukum (muamalah).

Ada beberapa Karasteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-ilmiah wa al-amaliyah al-islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut:

1. Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta

Karasteristik pertama ini terdiri dari 2 bagian yaitu :
  • Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah Swt, firman Q.S. Al- Baqarah, ayat 284 dan Q.S.Al -Maai’dah ayat17.
  • Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya.Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Hadiid ayat 7.

Selain itu terdapat sabda Rasulullah SAW, yang juga mengemukakan peran manusia sebagai khalifah, diantara sabdanya ”Dunia ini hijau dan manis”.Allah telah menjadikan kamu khalifah (penguasa) didunia. Karena itu hendaklah kamu membahas cara berbuat mengenai harta di dunia ini.

Dapat disimpulkan bahwa semua harta yang ada ditangan manusia pada hakikatnya milik Allah, akan tetapi Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya.

Sesungguhnya Islam sangat menghormati milik pribadi, baik itu barang- barang konsumsi ataupun barang- barang modal. Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT.

Pada QS.an-Najm ayat 31 dan Firman Allah SWT. dalam QS. An-Nisaa ayat 32 dan QS. Al-Maa’idah ayat 38. jelaslah perbedaan antara status kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lainnya. 

Dalam Islam kepemilikan pribadi sangat dihormati walau hakekatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain dan tentu saja tidak bertentangan pula dengan ajaran Islam. 

Sementara dalam sistem kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak dan pemanfaatannya pun bebas.sedangkan dalam sistem sosialis justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan oleh negara.

2. Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (hukum), dan Moral
Diantara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam (yafie, 2003: 41-42) adalah: larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkankerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat, larangan melakukan penipuan dalam transaksi, 
larangan menimbun emas dan perak atau sarana- sarana moneter lainnya, sehinggamencegah peredaran uang, larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam masyarakat.

3. Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
Beberapa ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka diri). Selain itu para ahli tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia).Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat.

4. Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan umum
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah, Islam tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan- batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan- batasan yang ditetapkan dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu dan umum. 

Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum.

5. Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam
Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar aturan- aturan yang telah digariskan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadis. Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlat.

Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu dalam berekonomi tidak dibatasi norma- norma ukhrawi, sehingga tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam sosialis justru tidak ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat diatur dan ditujukan hanya untuk negara.

6. Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian
Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara lain. 

Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak. Peran negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini jelas berbeda dengan sistem kapitalis yang sangat membatasi peran negara. Sebaliknya juga berbeda dengan sistem sosialis yang memberikan kewenangan negara untuk mendominasi perekonomian secara mutlak.

7. Bimbingan Konsumsi
Islam melarang orang yang suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum karena kekayaan, sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Israa ayat 16.

8. Petunjuk Investasi
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-ilmiyahwa-al amaliyah al-islamiyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu:
  • Proyek yang baik menurut Islam
  • Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.
  • Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.
  • Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.
  • Melindungi kepentingan anggota masyarakat.

9. Zakat
Zakat adalah salah satu karasteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam.

10. Larangan Riba
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu sebagai fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Diantara faktor yang menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba). 

Ada beberapa pendapat lain mengenai karasteristik ekonomi Islam, diantaranya dikemukakan oleh Marthon (2004,27-33). Menurutnya hal- hal yang membedakan ekonomi Islam secara operasional dengan ekonomi sosialis maupun kapitalis adalah :
  • Dialektika Nilai –nilai Spritualisme dan Materialisme
  • Kebebasan berekonomi
  • Dualisme Kepemilikan

Kesimpulan

Masalah ekonomi merupakan masalah yang universal. Oleh karena itu, seluruh dunia menaruh perhatian yang besar terhadap permasalahan ekonomi. Dalam pandangan Islam, permasalahan ini tidak dapat diselesaikan hanya melalui perubahan yang bersifat kosmetik belaka. 

Diperlukan perubahan yang bersifat mendasar mulai dari tatanan filosofi yang akan membentuk teori ekonomi Islam, yang kemudian akan membentuk prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam sehingga pada akhirnya akan terbentuk secara otomatis perilaku Islami dalam ekonomi.

Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita. 

Sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah SWT agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah SWT untuk dipertanggungjawabkan.

Penutup

Ekonomi dalam Islam mengajarkan seorang muslim harus memperhatikan ketentuan-ketentuan syari’at, dimana Islam sebagai way of life, sebagai rahmatan lil alamin telah memberikan petunjuk kepada kita tentang bagaimana suatu keteraturan itu dibentuk disemua lini kehidupan baik dunia maupun akhirat, termasuk aturan dalam bermuamalah atau kita persempit lagi, aturan berekonomi.

Dalam perekenomian Islam tersebut sangat dilarang yang namanya riba dan sejenisnya. Hal ini dilarang karena dapat merugikan baik dalam bentuk materi atau lainnya. Oleh karna itu, hendaknya kita  melakukan suatu usaha ekonomi secara jujur, terbuka tanpa ada suatu hal yang ditutupi agar tidak ada pihak yang dirugikan.

Demikian artikel mengenai Sistem Ekonomi Sosialis Komunis Menurut Islam, semoga informasi yang diberikan bermanfaat.

Sumber Referensi 

Imtihana, Aida, dkk. 2009. Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Palembang: Universitas Sriwijaya
Lubis, Suhrawardi K. 2004. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Mannan, M. Abdul. 1970. Islamic Economics: Theory and Practice. dalam Delhi. Sh. M. Ashraf.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2009. Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers
Prihatna, Andi Agung. 2005. Revitalisasi Filantrofi Islam Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia, Editor:  Chaidar S. Bamualim, dkk. Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah.
Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Behesti, Muhammad H. 1992. Kepemilikan dalam Islam, Penerjemah: Luqman Hakim, dkk. Jakarta: Pustaka Hidayah.