Etika Bisinis Dalam Islam

Dalam kehidupan realiti, bisnis baik sebagai aktivitas maupun sebagai entitas, telah ada dalam sistem dan strukturnya yang “baku”. Bisnis berjalan sebagai proses yang telah menjadi kegiatan manusia sebagai individu atau masyarakat untuk mencari keuntungan dan memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya. 

Sedangkan etika adalah ilmu yang berisi patokan-patokan mengenai sesuatu yang benar atau salah dan yang baik atau tidak baik.Dalam kenyataan itu bisnis dan etika dipahami sebagai dua hal yang terpisah bahkan tidak ada kaitannya.Dengan demikian hubunan antara bisnis dan etika telah melahirkan hal yang problematis.

Pengertian Etika dan Bisnis

A. Etika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etika dijelaskan dengan arti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika juga diartikan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Serta diartikan  nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

B. Bisnis
Bisnis termasuk kata yang sering digunakan orang, namun tidak semuanya memahami kata bisnis secara tepat dan proporsional.Hughes dan Kapoor seperti dikutip oleh Buchari Alma menjelaskan bahwa bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih ringkas dari itu Brown dan Petrello menyebut bisnis adalah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam pengertian yang sederhana bisnis adalah lembaga yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bisnis ialah usaha komersial di dunia perdagangan, bidang usaha, usaha dagang.

Etika Bisnis dan Etika Bisnis Islam

A. Etika Bisnis
Etika bisnis adalah cara-cara atau perilaku etik dalam bisnis yang dilakukan oleh manajer/kru. Semua ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness),  sesuai dengan hukum yang berlaku tidak bergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat. 

Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis sering kali kita temukan area abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.

Berbicara tentang bisnis,  maka kajian yang dibahas tak jauh mengenai kajian ekonomi. M. Abdul Mannan menjelaskan dalam buku Teori dan Praktek Ekonomi Islam, bahwa ilmu ekonomi Islam adalah ilmu tentang manusia, bukan sebagai individu yang terisolasi. 

Tetapi mengenai individu sosial yang meyakini nilai-nilai hidup Islam. Hal ini menjelaskan bahwa nilai-nilai hidup (etika) berperan penting dalam dunia bisnis.

B. Etika Bisnis Islam
Pemikiran etika bisnis Islam muncul ke permukaan dengan landasan bahwa Islam adalah agama yang sempurna.Ia merupakan kumpulan aturan-aturan ajaran dan nilai-nilai yang dapat menghantarkan manusia dalam kehidupannya menuju tujuan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat.

Etika bisnis Islam tak jauh berbeda dengan pengejawantahan hukum dalam fiqih muamalah.Dengan kondisi demikian maka pengembangan etika bisnis Islam yang mengedepankan etika sebagai landasan filosofisnya merupakan agenda yang signifikan untuk dikembangkan.

Secara normatif meurut Quraish Shihab, al-Qur’an relatif lebih banyak memberikan prinsip-prinsip mengenai bisnis yang bertumpu pada kerangka penanganan bisnis sebagai pelaku ekonomi dengan tanpa membedakan kelas.

Allah berfirman, Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku, yang maha mengetahui ini, menunjukkan kepada kamu suatu perniagaan besar yang bila kamu melakukannya maka ia dapat menyelamatkan kamu atas izin Allah dari siksa yang pedih?. 

Perniagaan itu adalah perjuangan di jalan Allah karena jika kamu mau maka hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni meningkatkan iman kamu dan memperbaharuinya dari saat ke saat, dan juga berjihad, yakni bersungguh-sungguh, dari saat ke saat mencurahkan apa yang kamu miliki berupa tenaga, pikiran, waktu, dan dengan harta-harta dan jiwa-jiwa kamu masing-masing di jalan Allah, yang demikian itu, yakni beriman dan berjihad, yang sungguh tinggi nilainya lagi luhur baik buat kamu. Jika kamu mengetahui bahwa hal tersebut baik maka tentulah kamu mengerjakannya.

Yang dimaksud dengan kata tijarah dalam ayat ini adalah amal-amal saleh.Memang al-Quran sering kali menggunakan kata itu untuk makna tersebut karena motivasi beramal saleh – oleh banyak orang – adalah untuk memperoleh ganjaran persis seperti perniagaan yang dijalankan seseorang guna meraih keuntungan.

A. Riawan Amin menjelaskan dalam bukunya “Menggagas Manajemen Syariah” bahwa prinsip-prinsip etika bisnis menurut al-Quran yaitu[14] :

1. Melarang bisnis yang dilakukan denagn proses kebatilan (QS. 4:29).
Bisnis harus didasari pada kerelaan dan keterbukaan antara kedua belah pihak dan tanpa ada pihak yang dirugikan .orang yang berbuat batil termasuk perbuatan aniaya, melanggar hak dan berdosa  besar (QS. 4:30). Sementara orang yang menjauhinya, maka akan selamat dan akan mendapat kemuliaaan (QS. 4:31).

2. Bisnis tidak boleh mengandung unsur riba (QS. 2:275).
Berdasarkan uraian di atas, kajian ini akan berupaya mencari prinsip-prinsip etika bisnis dalam perspektif al-Quran, yaitu etika bisnis yang mengedepankan nilai-nilai al-Quran. 

Pernyataan ini pada satu sisi bertujuan menolak anggapan bahwa bisnis hanya merupakan aktifitas keduniaan yang terpisah dari persoalan etika dan pada sisi lain akan mengembangkan prinsip-prinsip etika bisnis al-Qur’an, sebagai upaya konseptualisasi sekaligus mencari landasan persoalan-persoalan praktek mal bisnis.

KEHIDUPAN ETIKA BISNIS KONTEMPORER

Bisnis Kontemporer, jika dicermati secara saksama nampak sebagai suatu realitas yang teramat kompleks. Kompleksitas bisnis tidak bisa dipahami secara terpisah dari masyarakat yang pada dirinya sendiri juga memliki struktur sangat kompleks. Bagaimanapun perilaku mencerminkan akhlak (etika) seseorang. 

Atau dengan kata lain, perilaku berelasi dengan etika. Apabila seseorang taat pada etika, berkecendrungan akan menghasilkan perilaku yang baik dalam setiap aktivitas atau tindakannya, tanpa kecuali dalam aktivitas bisnis. 

Secara konkret bisa diilustrasikan jika seorang pelaku bisnis yang peduli pada etika, bisa diprediksi ia akan bersikap jujur, amanah adil selalu melihat kepentingan orang lain (moral altruistik) dan sebagainya. 

Sebaliknya bagi mereka yang tidak mempunyai kesadaran akan etika, dimanapun dan kapanpun saja tipe kelompok orang kedua ini akan menampakkan sikap kontra poduktif dengan sifat tipe kelompok orang pertama dalam mengendalikan bisnis.

Menurut Qardhawi, antara ekonomi (bisnis) dan akhlak (etika) tidak pernah terpisah sama sekali, seperti halnya antara ilmu dan akhlak, antara politik dan akhlak,dan antara perang dan akhlak. Akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan islami. 

Karena risalah islam adalah risalah akhlak. Sebagaimana pula tidak pernah terpisah antara agama dan negara, dan antara materi dan ruhani. Seorang muslim yakin akan kesatuan hidup dan kesatuan kemanusiaan. Sebab itu tidak bisa diterima sama sekali tindakan pemisahan antara kehidupan dunia dan agama sebagaimana yang terjadi di eropa.

Seorang pengusaha dalam pandangan etika islam bukan sekedar mencari keuntungan, melainkan juga keberkahan yaitu kemantapan dari usaha itu dengan memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhai oleh Allah Swt. 

Ini berarti yang harus diraih oleh seorang pedagang dalam melakukan bisnis tidak sebatas keuntungan materi tetapi yang penting lagi adalah keuntungan immateriil (spiritual). Kebendaan yang profan (tidak bersangkutan dengan agama atau tujuan keagamaan), baru bermakna apabila diimbangi dengan kepentingan spiritual yang transenden (ukhrawi).

Akan tetapi, perlu disadari bagaimanapun dalam dunia usaha (bisnis) mau tidak mau akan muncul masalah-masalah etis dan masalah-masalah etis itu sudah barang tentu harus dicarikan jalan kluarnya. Terlebih lagi secara realitas, dunia usaha di tanah air masih maemandang etika bisnis sebagai sesuatu yang asing, yang sulit ditempatkan ke dalam dunia bisnis sehari-hari. 

Maraknya penggunaaan zat tambahan baik untuk penyedap, pengawet, pewarna dan lain sebagainya merupakan nsalah satu contoh kecil yang memperkuat tesis itu. Belum lagi kasus-kasus besar yang menyangkut masalah perusakan lingkungan hidup, kejahatan perbankan, pembalakan hutan dan lain-lain, semakin meyakini betapa penting peran etika bisnis dalam mengantisipasi penyimpangan yang banyak merugikan bangsa itu.

Dalam islam, tuntutan bekerja adalah merupakan sebuah keniscayaan bagi setiap muslim agar kebutuhan hidupnya sehari-hari bisa terpenuhi. Salah satu jalan untuk memenuhi kebutuhan itu antara lain  melalui aktifitas bisnis sebagaimana telah dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw sejak beliau masih usua muda. 

Hanya saja beliau dalam berbisnis benar-benar menerapkan standar moral yang digariskan dalam al-qur’an. Oleh karena itu, sebagai pelaku bisnis terutama sebagai Muslim, ia harus menyibukkan diri dengan masalah-masalah etis. 

Dengan kata lain, profesionalitas dalam bisnis dituntut juga adanya kompetensi yang memadai dalam memecahkan tantangan etika bisnis yang sekarang mulai longgar (permissive). Kemampuan untuk menentukan sikap-sikap etis yang tepat, termasuk kompetensi sebagai usahawan atau manajer. 

Begitu pula sebuah perusahaan hanya akan berhasil dalam waktu panjang apabila berpegang pada standar-standar etis yang berlaku. 

Urgensi etika bisnis menurut perspektif etika kontemporer, antara lain bisa dikemukakan pendapat sondang P.Siagian yang menyatakan ada beberapa faktor yang bisa dijadikan alasan relevansi etika dalam dunia modern ini.

Sebenarnya cukup banyak faktor yang dikedepankan oleh Sondang, tapi kami mengambil 3 saja diantaranya :
  1. Siapapun mengakui bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang amat pesat berpengaruh pada tata cara berperilaku, moralitas, dan etika. Sebagai instrumen sosial, dampak perkembangan di bidang teknologi dapat bersifat positif, akan tetapi tidak mustahil juga bersifat negatif. Dampak negatifnya adalah menjadikan manusia berfikir nonrasional. Jika nilai negatif terus berkelanjutan, kemungkinan untk mengabaikan norma-norma moralitas dan etika akan semakin besa.
  2. Terlihat kecendrungan kuat bagi manusia untuk berpikir secara “praktis”. Kecendrungan dapat berakibat pada terabaikannya nilai-nilai moral dan etika. Biasanya salah satu konsekuensinya ialah menempuh “jalan pintas” untuk memperoleh hal-hal yang diinginkan.
  3. Terlihat dengan jelas gejala yang menunjukkan bahwa manusia memberikan interpetasi tentang kehidupan sedemikian rupa sehingga maknanya tidak mendorong penerapan norma-norma moral dan etika yang benar.Pada tataran ini, etika merupakan penentu keberhasilan suatu bisnis.Namun, bukan karena mau memenangkan kompetisi bisnis, atau juga bukan karena mau berhasil meraup keuntungan yang berlipat ganda seseorang pebisnis harus berperilaku moral.Hal ini berarti dia hanya mau menjadi seorang yang jujur, adil, dan bertanggung jawab kalau dia ingin menjadi kaya.

Dalam bisnis kontemporer, para pebisnis dapat dikategorikan berdasarkan kedua gagasan di atas. Dengan demikian, menurut Aristoletes, nama baik atau harga diri merupakan hal yang paling unggul dan paling utama dari seseorang. 

Keunggulan atau keutamaan harga diri atau nama baik terletak pada sarana – sarana yang dipakai untuk menjaganya. Sarana-sarana yang bernilai karena menghasilkan sesuatu yang berharga dalam diri setiap orang itu tiada lain adalah virtue ethic atau keutamaan – keutamaan moral. Di sini-lah semestinya gagasan tentang berbisnis secara moral itu ditempatkan.

SISTEM  ETIKA KONTEMPORER

Meskipun banyak ahli dari Barat berusaha mengembangkan teori serta kode etika bisnis, mereka belum mampu menyusun kode moral perilaku yang efektif untuk bisnis.Sebagian besar moralitas dan etika merupakan sistem utilitarian dan materialistik.

Hal ini mudah dipahami karena konsep sekularisasi dalam kehidupan serta kurangnya sumber petunjuk yang otentik di dunia Barat. Etika kontemporer sebagian besar merupakan buatan manusia yang sifatnya relatif dan situasional serta kurang “legitimate” dukungan otoritas di belakangnya.

Perspektif  Barat pada etika bisnis umumnya seperti yang di ungkapkan oleh Drucker berikut ini: Banyak Khotbah yang diajarkan pada etika bisnis dan pebisnis. Kebanyakan tidak ada yang bisa dilakukan terkait bisnis serta sedikit saja terkait etika.

Hal ini seperti mempekerjakan gadis panggilan untuk menghibur pelanggan, bukanlah masalah etika melainkan estetika. Bisa disimpulkan bahwa dunia Barat memandang bisnis dan etika merupakan perilaku yang terpisah.

POTRET BURAM PERILAKU BISNIS DI  INDONESIA

Sungguh ironis sekali kedengarannya, Indonesia sebagai sebuah negara Muslim terbesar di dunia dengan sumber daya yang melimpah, tetapi justru mengapa masih banyak masyarakat yang belum terentas dari kemiskinan. 

Yang lebih memprihatinkan lagi bahwa dewasa ini Bangsa Indonesia kurang mendapat kepercayaan dari orang lain (Internasional) yang menyebabkan betapa sulitnya menarik investor asing menanamkan modalnya di negeri ini. Ini mengindikasikan ada sesuatu yang tidak beres dan salah urus. 

Selain faktor lain seperti masalah etika dan hukum yang seyogyanya dijunjung tinggi oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama di kalangan pelaku ekonomi maupun pengambil kebijakan. Bukankah disadari bahwa menjunjung tinggi nilai moral dan hukum adalah merupakan bagian ajaran agama apapun secara universal.

Itu berarti, selama ini muslim Indonesia belum sepenuh hati mengaplikasikan nilai-nilai islam sebagai keyakinannya. Secara jujur, nilai-nilai Rabbaniyah (Ilahiyah) belum terimplementasi dalam kehidupan bisnis yang berpotensi bisa merugikan perekonomian bangsa dalam skala makro. 

Bahkan jika sekiranya implementasi itu justru akan menguntungkan Bangsa Indonesia yang kurang lebih 90 % penduduknya sebagai muslim. Di sinilah relevansi membangun nilai-nilai Rabbaniyah dalam perekonomian Indonesia agar bangsa kita menjadi kuat dan bisa kompetitif dengan bangsa lain di dunia. 

Dalam realitas justru menunjukkan hal sebaliknya.Banyak ditemukan keganjalan perilaku bisnis yang secara signifikan bisa ikut mempengaruhi perkembangan ekonomi secara makro. Beragam perilaku itu tidak lagi sebagai vaiabel pendukung, tetapi sebaliknya akan menjadi faktor penghambat kemajuan ekonomi bangsa.

Akibat yang dirasakan industri nasional mengalami kehancuran karena harga barang impor sangat tinggi (bila dinilai dengan rupiah), harga pokok barang industri menjadi tinggi, harga jual tinggi, akhirnya hasil produksi tidak laku. Di sana sini daya beli menurun karena banyak terjadi pemutusan hubungan kerja. Akibat lebih jauh, nama Indonesia jatuh di mata Internasional.

Akhirnya bisa dipahami bahwa ekonomi Indonesia yang dinilai tumbuh pesat dengan modal pinjaman luar negeri itu ternyata hanya sebuah fatamorgana di tengah panasnya perekonomian Indonesia.Krisis ini terjadi karena semua pelaku dan sistem yang dianut jauh dari nilai-nilai spiritual yang tidak mengedepankan nilai kejujuran, keadilan, keterbukaan, dan lain sebagainya.

Mereka menilai parameter sukses itu adalah dengan ukuran meteri, atau seberapa besar keuntungan yang bisa dikuasai.Mereka lebih banyak mengejar keuntungan sepihak dan jangka pendek, tidak lagi keuntungan jangka panjang. 

Karena itu mereka lebih mementingkan kepentingan sendiri daripada kepentingan orang lain. Nilai moral terjauh dari hati mereka, karena orang lain hanya diposisikan sebagai objek pemerasan untuk meraih keuntungan. Inilah wajah sistem kapitalisme yang sangat paradoks dengan nilai-nilai sistem ekonomi yang berbasiskan Rabbaniyah.

Masih banyak lagi kasus-kasus perilaku bisnis yang jelas menyimpang dari nilai-nilai Rabbaniyah.Misalnya perusakan pelestarian lingkungan yang berupa penggundulan hutan oleh pemegang pengusahaan hutan dan usaha penambangan yang tidak lagi memperhatikan lingkungan.

Akibat kecerobohan para pengusaha kedua jenis usaha ini telah banyak mempengaruhi keseimbangan ekosistem yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim, erosi, banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya yang merugikan kehidupan masyarakat. 

Akibat ulah orang yang tidak bertanggung jawab, dengan sendirinya tidak sedikit uang negara yang digunakan untuk memulihkan lingkungan yang stabil dan aman.Anggaran negara yang seharusnya dibelanjakan untuk perbaikan ekonomi akhirnya sebagian tersedot untuk perbaikan lingkungan.   

PERAN ETIKA DALAM BISNIS

Secara umum, etika adalah ilmu normatif penuntun hidup manusia, yang memberi perintah apa yang seharusnya kita kerjakan. Maka etika mengarahkan manusia menuju aktualisasi kapasitas terbaiknya. Dengan menerapkan etika dan kejujuran dalam berusaha dapat menciptakan baik aset langsung maupun tidak langsung yang akhirnya meningkatkan nilai entitas bisnis itu sendiri.Banyak kasus diberbagai negara yang membuktikan hal tersebut.

Apalagi dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi, kepuasan konsumenlah yang menjadi faktor utama agar perusahaan sustainable dan dapat dipercaya dalam jangka panjang. Konsumen cenderung semakin kritis dengan memperhatikan perilaku perusahaan yang memproduksi barang-barang yang akan mereka konsumsi.

Pada dasarnya praktik etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi baik internal perusahaan maupun dengan eksternal. 

Perusahaan yang menerapkan etika, dapat meningkatkan motivasi kru dalam bekerja, bahwa bekerja selain dituntut menghasilkan yang terbaik, juga diperoleh dengan cara yang baik pula. Penerapan etika juga melindungi prinsip kebebasan berusaha serta meningkatkan keunggulan bersaing.

Selain itu, penerapan etika bisnis juga mencegah agar perusahaan tidak terkena sanksi-sanksi pemerintah karena berperilaku tidak beretika yang dapat digolongkan sebagai pebuatan melawan hukum.

Dengan demikian, menjadi jelas bahwa tanpa suatu etika yang menjadi acuan, para pebisnis akan lepas tidak terkendali, mengupayakan segala cara, mengorbankan apa saja untuk mencapai tujuannya. Pada umumnya filosofi yang mendomonasi para pebisnis adalah bagaimana cara memaksimalkan keuntungan. 

Pebisnis seperti ini, sepeti yang dikatakan oleh Charles Diskens : “Semua perhatian, dorongan, harapan, pandangan, dan rekanan mereka meleleh dalam dolar. Manusia dinilai dari dolarnya”.Theodore Levitt mengatakan bahwa para pebisnis ada hanya untuk satu tujuan.

Yaitu untuk menciptakan dan mengalirkan nilai kepuasan dari suatu keuntungan hanya pada dirinya dan nilai budaya, nilai spiritual dan moral tidak menjadi pertimbangan dalam pekerjaannya.

Akibatnya sungguh mengerikan.Mereka dapat menyebabkan perang antarbangsa, antarlembaga, dan antarperusahaan. Mereka menganggap dan membuat bisnis seolah medan perang. Dalam perekonomian yang berjalan berdasarkan prinsip pasar dimana “bisnis adalah bisnis”, kebebasan berusaha adalah yang utama.

Namun kebebasan untuk mengejar tujuan bisnis juga mengandung kewajiban untuk memastikan bahwa kebebasan itu diperoleh secara bertanggung jawab. Perumusan dan penetapan etika bisnis merupakan salah satu dari sekian banyak upaya pemersatu (internal intergration) yang diusahakan oleh pemimpin perusahaan untuk meningkatkan daya tahan bisnisnya. 

Itu dilakukan dengan mengindahkan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang baik (good corporate gorvemance) sekaligus memenuhi kewajibannya sebagai warga masyarakat yang bertanggung jawab (corporate sosial responsibility).

Etika bisnis juga berhubungan dengan nilai merek (brand value).Perilaku bisnis yang beretika berkontribusi pada pembangunan citra dari nilai merek sebuah produk.Salah satu caranya dengan memberikan pelatihan mengenai etika pada kru.Hasilnya sungguh luar biasa.

Misalnya, menurunnya biaya, menurunnya pelputasi, anggaran dan perusakan pada merek atau reputasi, dan pada akhirnya menurunnya hukuman akibat melanggar aturan yang telah ditentukan. Sehingga diperlukan kemampuan untuk menghasilkan ‘brand value’ dan reputasi dengan standar integrasi bisnis dan tanggung jawab sosial yang tinggi.

CSR tidak hanya sebuah pilihan, CSR merupakan prasarat integral dan mutlak untuk kesuksesan bisnis dalam jangka panjang.Meningkatnya CSR bararti meningkatnya manajemen kualitas.

CONTOH PELANGGARAN ETIKA BISNIS

Berikut ini adalah macam-macam bentuk pelanggaran pada etika bisnis:
  • Pelanggaran Etika Bisnis Terhadap Hukum
  • Pelanggaran Etika Bisnis Terhadap Transparansi
  • Pelanggaran Etika Bisnis Terhadap Akuntabilitas
  • Pelanggaran Etika Bisnis Terhadap Prinsip Kewajaran
  • Pelanggaran Etika Bisnis Terhadap Prinsip Kejujuran
  • Pelanggaran Etika Bisnis Terhadap Prinsip Empati

Kesimpulan

Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan  oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan (rezeki) dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien. 

Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuk yang tidak dibatasi jumlahnya, kepemilikan hartanya (barang/ jasa) termasuk profitnya, namun di batasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya ( aturan halal dan haram ).

Empat pilar berikut ini sebagai dasar transaksi ekonominya yang dilakukan oleh rosulullah SAW.yaitu tauhid,keseimbangan (adil), Kehendak Bebas, bertanggung jawab. menurut Prof. Dr.H.Ahmad sukardja, SH., hukum islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan berlaku serta mengikat bagi semua pemeluk islam.

Pada prinsipnya islam tidak membatasi bentuk dan macam usaha bagi seseorang untuk memperoleh harta, demikian pula islam tidak membatasi kadar banyak sedikit hasil yang dicapai oleh usaha seseorang.

Penutup

Semoga yang telah kami sampaikan dapat diambil intisarinya, kemudian dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian artikel mengenai Etika Bisinis Dalam Islam, semoga informasi yang diberikan bermanfaat.

Sumber Referensi 

Drucker , P.F.1979.  Management. London: Pan Books.
Koontz. 1980. Management. Auckland: Mc Graw-Hills International Book Company.
P.siagian, Sondang.1996. Etika Bisnis .Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al-Mishbah.  Jakarta: Lentera Hati.
Alma,  Buchari. 2003. Dasar-Dasar Etika bisnis Islami. Bandung: Alfabeta.
Djakfar, Muhammad.2008. Etika Bisnis Islami. Malang : UIN malang press.
Fadhil, Nur Ahmad dan Azhari Akmal.2001. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: Hijri Pustaka Utama.
Ahmad, S.F. 1998.“The Ethical Responsibility of Business: Islamic Principles and Implication”,proceedings of The Seminar on Islamic Principles of Organisational Behaviour IIIT, Herndorn, USA.
Amin, A. Riawan. 2010. Menggagas Manaajemen Syariah, Teori dan Praktek The Celestial Management. Jakarta: Salemba Empat.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka..
Mannan, M. Abdul. 1995. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Terj M. Nastangin. Jakarta: Dana Bhakti Wakaf
Muhammad dan R. Lukman Fauroni. 2002. Visi Al-Quran, Tentang Etika dan Bisnis. Jakarta: Salemba Diniyah.
Qardhawi,Yusuf.1995. Dawr al-Qiyam wa al-akhlak fi al-iqtisad al-islami. kairo- mesir: Maktabah Wahbah.